11 April 2008

Now Discover Your Strengths

Heran, buku sebagus ini kok belum juga diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Padahal, buku ini bisa menjadi pegangan bagi mereka yang pingin jago di bidang pengembangan organisasi dan people management.

Now Discover Your Strengths adalah karya monumental Marcus Buckingham yang dibantu oleh Don Clifton, keduanya, dulunya, peneliti dari Gallup Organization. Kini Marcus bikin konsultan sendiri, The Marcus Buckingham Company, sedangakan Don Clifton sudah wafat.

Buku ini adalah tonggak dari apa yang disebut oleh Marcus sebagai Strengths Revolution, revolusi dalam mengelola manusia dalam organisasi. Bila biasanya manusia dalam organisasi dikelola dengan cara meningkatkan kelemahannya agar menjadi sesuai dengan apa yang diinginkan - yang menjadi dasar pemikiran dari apa yang biasa dikenal Competency-Based approach, maka menurut Marcus manusia dalam organisasi seharusnya diperlakukan sesuai dengan kelebihan-kelebihan (strengths) yang ia miliki, atau Strengths-Based approach.

Setelah sekian puluh tahun berkutat di area yang itu-itu juga, competency-based, dunia manajemen Human Resources kini mendapat tantangan serius dengan kehadiran Strengths-based approach ini. Strengths sendiri, atau kelebihan-kelebihan, merupakan paduan dari skill (keahlian) plus knowledge (pengetahuan) plus bakat (talents) yang dimiliki seseorang.

Asumsi yang mendasari strengthsbased ini adalah bahwa:
- setiap orang memiliki bakat (talents) yang unik dan bersifat tetap (tidak berubah-ubah)
- potensi pengembangan diri seseorang ada di area yang memang sesuai dengan strengths atau kelebihannya

Karenanya, menurut Marcus, jangan main-main saat milih pegawai. Skill dan knowledge dan juga pengalaman kerja bukanlah ukuran yang pas untuk rekrut karyawan karena keduanya bisa diubah-ubah. Justru bakat-lah yang menjadi tolak ukur. "Saya ngga punya karyawan tepat untuk mengisi posisi ini", begitu biasanya alasan banyak manajer, padahal duduk perkaranya adalah orang yang direkrut sebelumnya memang tidak berbakat untuk mengisi peran tersebut.

Karena setiap orang unik, maka sudah seharusnya yang namanya performance management itu fokus pada hasil kerja, bukan cara kerja. Nggak masalah cara kerja berbeda-beda selama memang hasil kerjanya memuaskan.

Marcus juga percaya bahwa untuk mengembangkan karyawan, lebih baik bila disesuaikan dengan kelebihannya ketimbang memperbaiki kelemahannya. Alasannya simpel, orang lebih gampang improve bila melakukan sesuatu yang disenanginya. Maka, memperbaiki kelemahan seharusnya dalam rangka 'mengelola kerusakan', bukan untuk dimaksudkan mengubah kelemahan menjadi kekuatan, karena memang tidak mungkin serta membuang waktu dan uang.

Selain itu, ini yang cukup kotroversial, menurut Marcus tidak perlulah setiap orang itu naik pangkat, karena belum tentu dengan naik pangkat alias memegang peran baru, seseorang juga sukses seperti peran lamanya. Mangkanya, agar hal ini bisa terwujud, selain naik pangkat harus disediakan cara reward & recognition lain, seperti misalnya naik gaji yang berkelanjutan, bagi orang-orang yang memang sangat berbakat di suatu peran dalam pekerjaan.

Dalam buku simpel terbitan tahun 2001 ini juga memuat 34 tema talent (bakat) seseorang, yang merupakan respon spontan yang berulang-ulang dari seseorang ketika menghadapi sesuatu hal. Karena berulang-ulang digunakan seseorang sejak kecil, maka tema bakat tersebut - bila dimanfaatkan dalam bekerja - akan menghasilkan kinerja yang nyaris sempurna secara berkelanjutan. Selain itu tersedia pula cara mencari tahu bakat atau talents kita dengan memanfaatkan alat tes online karya Don Clifton, Strengthsfinder.

Buku setebal 260 halaman ini merupakan pengantar komprehensif mengenai strengthsbased approach. Melalui buku ini kita juga berkenalan dengan konsep-konsep psikologi positif yang biasanya mengusung tema-tema worklife balance, happiness at workplace dan employee engagement, yang saat ini sedang digandrungi oleh perusahaan-perusahaan fortune 500.

Nah, jelas bagi penerbit buku di Indonesia, buku ini harus diterjemahkan untuk memperkaya referensi pengelolaan human resources di Indonesia. Jangan sampai, di era internet yang serba cepat ini, kita harus menunggu 10 - 20 tahun untuk membaca mahakarya dalam bahasa indonesia. Jangan sampai tragedi terulang lagi: buku klasik Dave Ulrich, HR Champions, terbit tahun 1997 dan menjadi pegangan seluruh praktisi HR di dunia, malah belum diterjemahkan dalam bahasa indonesia:(.

No comments: