28 August 2008

Mendatangkan Bintang

Siapa tak kenal Sheva alias Andriy Shevchenko, pesepak bola kenamaan yang namanya meroket ketika bergabung dengan klub AC Milan dari Italia. Ia adalah orang ketiga terbanyak mencetak gol dalam sejarah seluruh klub di daratan eropa sebanyak 60 goal, dibawah Gerd Muller dan Filippo Inzaghi. Ia saat itu juga pemain kedua terbanyak yang mencetak gol sepanjang sejarah AC Milan, setelah Gunnar Nordahl.

Saking hebatnya, klub kaya raya dari Inggris, Chelsea, pun rela merogoh koceknya sebesar 30 juta pondsterling untuk memboyong Sheva ke stadion Stamford Bridge, kandang Chelsea di London.

Cuma apa mau dikata, sang superstar malah loyo di Inggris. Gol-gol cantiknya yang selalu dinikmati fans Inter Milan, tak lagi subur di Inggris.

Namun, siapa di dunia ini yang berani bilang Sheva nggak becus main bola? siapa pula yang nekat ngecap Sheva sebagai pemain bola kelas kampung? Semua fans sepak bola pastilah tetap mengakui Sheva pemain hebat, meski prestasinya melorot di Chelsea.

'Kasus Sheva' juga banyak terjadi di dunia kantoran. Karyawan yang hebat di suatu perusahaan, 'dibajak' perusahaan lain. Seperti juga Chelsea, perusahaan lain itupun harus merogoh kocek dalam untuk mendatangkan sang bintang. Dan seperti Chelsea juga, kadang perusahaan lain itupun apes, sang bintang malah redup di tempatnya.

Adalah Marcus Buckingham dalam bukunya 'One Thing You Need To Know' yang bilang bahwa sukses seseorang itu ngga pernah bisa 'berdiri' sendirian. Sukses seseorang itu membutuhkan seorang atasan yang hebat untuk mengenal lebih dekat, membimbing, peduli dan tak lelah memberi inspirasi, butuh teman kerja yang mendukung dan saling menghargai, butuh punya sahabat di kantor, butuh punya peralatan pendukung kerja yang tepat dan yang paling penting, butuh kejelasan mengenai hasil kerja yang diharapkan.

Karena itu, jangan cepat-cepat berkesimpulan bahwa seseorang yang sukses di suatu tempat pasti juga sukses di tempat kita. Tentu saja ada juga orang yang memang selalu sukses di manapun ia berada, seperti Diego Maradonna misalnya - pemain bola legendaris asal Argentina itu, namun sayangnya orang seperti Diego Maradonna juga ngga begitu banyak kalau tak bisa dibilang sangat sedikit, sehingga kalaupun ada, pasti sangat mahal dan jadi ajang rebutan.

Nah, bagaimana dengan kita, sudahkah kita mempersiapkan semua itu sebelum 'membajak' sang bintang dari tempat lain? Punya uang saja tak pernah cukup untuk membajak seorang bintang, butuh kelengkapan lainnya, termasuk kesiapan atasan serta calon teman-teman kerja si sang bintang itu nantinya.

PS. Kabar terakhir bilang, Sheva kembali ke rumah lamanya, AC Milan. Semoga saja ia kembali sukses di tempat yang pernah memberikan ketenaran pada dirinya.

11 August 2008

Hubungan antara Menemukan Kelebihan dengan Kinerja Tinggi

Ya!, apa hubungannya? Seandainya saja saya telah menemukan kelebihan (strengths) diri saya, apa kemudian mendadak saya menerima nilai paling tinggi pada performance apprasial?

Jelas tidak. Menemukan kelebihan baru merupakan langkah awal dari perjalanan panjang memanfaatkan kelebihan diri. Misalnya saja, setelah dirasa-rasakan, kelebihan diri si Badu dalam berhubungan dengan orang lain adalah ’Relator’- salah satu tema kekuatan yang dibuat Gallup dalam 34 tema kekuatan diri manusia, artinya si Badu pandai dalam mengelola hubungan dengan teman-teman yang sudah dikenalnya.

Bila kemudian dalam bekerja si Badu ini setiap harinya harus melakukan pengelolaan hubungan dengan orang-orang yang sudah dikenalnya, maka ia tentunya melakukannya dengan sangat gembira, karena memang disitulah kelebihan dia. Ia dengan sukarela menjalankan tugas-tugasnya dan bersedia dengan sukarela pula melakukan kerja ekstra, karena toh memang ia menyenangi pekerjaannya.

Pada kondisi tersebut, si Badu bisa dengan percaya dirinya menjawab ’sangat setuju’ dari pertanyaan nomor 3 dari Survei Q12: Dalam pekerjaan, saya memiliki kesempatan untuk melakukan apa yang terbaik setiap harinya!

Sebaliknya, bila ternyata Badu jarang memanfaatkan secara tidak sadar talenta ’senang berkenalan dengan orang yang belum dikenal’, atau bisa dianggap sebagai kekurangan dari si Badu, maka bila dalam bekerja si Badu ini diharuskan bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya, ia akan memaksa dirinya ’beramah-ramah’ dengan orang-orang itu. Wajahnya mungkin tersenyum, namun hatinya menjerit!. Ia bisa saja selalu merasa dag-dig-dug dan kurang pede setiap harus bertemu orang-orang itu. Akibatnya ia gelisah menghadapi hari-hari dalam pekerjaannya. Ujungnya, si Badu stress. Pendeknya, berkenalan dengan orang baru tidak memberikan kenyamanan didalam hati si Badu.

Pada kondisi tersebut, mungkihkah si Badu ini masih bisa dengan percaya dirinya menjawab ’sangat setuju’ dari pertanyaan Q nomor 3 dari Survei Q12?

Jadi, jelas sudah mengapa kelebihan diri itu sangat-sangat mempengaruhi hasil kerja kita. Bila kita pas dalam menggunakan kelebihan diri dengan pekerjaan, hati pun riang gembira dan kinerja pun membaik, begitu pula sebaliknya.