19 June 2014

Saya pilih Jokowi

Kenapa?

Begini, suatu malam sekitar 24 tahun lalu, datanglah ke kamar kost saya seorang teman, Nompi, Ia tersenyum penuh arti saat memasuki kamar saya. Kemudian ia mengeluarkan segepok fotokopian dari tas kumalnya yang bau itu.

"Nih, baca, tapi ati-ati banget ya, jangan sampe ada orang tau" bisik Nompi.

Saya lihat lembaran-lembaran fotokopian itu, terpampang judul "Sang Pemula" karya Pramoedya Ananta Toer, uppsss... ini buku yang dilarang dibaca saat itu!

Maka malam itu saya habiskan membaca buku kumal itu, dan paginya saya tercerahkan dengan tulisan Pram mengenai RM Tirtoadisuryo, Bapak pers Indonesia yang tak pernah disinggung di kurikulum pelajaran sekolah Indonesia.

Itu hanya serpihan kecil di masa suram Orde Baru. Banyak lagi kisah-kisah dimana rezim itu secara sistematis mem-bredel kemerdekaan berpikir rakyatnya sendiri.

Misalnya lagi, tentu kita ingat jawaban khas di kelas-kelas sekolahan era Orde Baru saat sang guru bertanya kepada murid-muridnya, "ada pertanyaan?", maka sang murid diam tertunduk menghindari tatapan guru... Masa itu, kita secara sistematis dibuat tidak kritis.

Rezim itu, secara sitematis juga mempersiapkan putra mahkota. Seorang pemuda cerdas yang mengikuti pendidikan militer, anak seorang begawan ekonomi, dikesankan sebagai pahlawan perang saat Indonesia menganeksasi Timor Leste, yang kemudian dinikahkan dengan putri pemimpin rezim.
 
Jalan tol karir militer sang pangeran pun disiapkan. Ia selalu berada di sebuah pasukan khusus, pasukan kesayangan sang rezim. Dengan pasukan khususnya, Ia pun menunjukan jatidirinya sebagai tentara profesional yang siap menjaga kehormatan pemimpin rezim.

Sampai suatu saat pasukan khususpun dimekarkan agar sang pangerang bisa naik pangkat bintang satu, sebuah sejarah pun ditorehkan: bintang satu termuda saat itu. Jelas kakak kelas sang pangerang cemburu, demi disalip karirnya, namun apa daya penguasa rezim saat itu sangat tajam cakarnya ke tubuh tentara, tidak beranilah para lulusan 71-73 untuk terlihat cemburu.

Puncaknya adalah ketika sang pangeran diangkat menjadi komandan divisi pasukan elit. Pasukan inilah yang dulunya dipimpin sang mertua saat mengkudeta presiden sebelumnya.

Namun apa daya, di penghujung dekade 90 an, setelah melalui berbagai konflik sosial, sang mertua digulingkan oleh teman-temannya sendiri. Demi melihat itu, sang pangeran berupaya melawan, namun presiden pengganti bertindak cepat dengan mencopotnya dari pasukan.

Putra Sang Fajar Orde Baru pun gagal menggapai impian menjadi Presiden.

Nah, kembali kenapa saya pilih Jokowi, simpel saja, saya tak ingin jaman pemberangusan kemerdekaan berfikir kembali datang lagi. Kasihan anak saya, biar saya saja yang pernah mengalami masa kelam itu.