27 April 2009

Irit dengan Engagement, Mungkinkah?

Bila engagement dianggap sebagai kemauan karyawan untuk sukarela kerja ekstra karena keterlibatannya terhadap pekerjaan, atasan, tim kerja ataupun organisasinya, mungkinkah engagement ini bisa dipakai untuk mengirit biaya tenaga kerja?

Bisa iya bisa tidak.

Bisa iya, karena engagement bisa membuat perusahaan irit rekrutment, artinya ngga perlu sering2 ngerekrut karyawan baru. Engagement bisa juga memaksimalkan produktivitas, sehingga biaya per kepala karyawan turun karena kinerja meningkat. Kecelekaan kerja dan absensitas juga menurun, sehingga tentunya biaya tenaga kerja benar2 menuju ideal bila dibandingkan dengan kinerja.

Bisa juga tidak, bila maksud pengiritannya adalah untuk membayar karyawan lebih murah ketimbang kompetitor sekelas, atau pasar kerja di industri sejenis, atau pasar kerja secara umum. Bila tujuannya seperti itu, mungkin hanya efektif pada saat kondisi employer market, atau kondisi dimana orang susah cari kerja, ekonomi lesu, angka pengangguran besar.

Engagement juga menjadi tidak efektif dikembangkan bila kondisi perusahaan memang dibawah aturan normatif yang berlaku. Gimana mau terlibat bila underpaid? Jadi barulah membicarakan engagement setelah aturan normatif maupun aturan pasar diaplikasikan dalam perusahaan. Engagement saja tidak cukup kuat menahan kesabaran karyawan terhadap kondisi kerja yang buruk.

Bila diibaratkan garis, dimana posisi kiri adalah negatif, posisi tengah adalah nol, dan posisi kanan adalah positif, negatif adalah kondisi kerja dibawah normatif, nol dimana kondisi kerja sama dengan normatif dan positif adalah kondisi kerja lebih baik ketimbang normatif, maka engagement efektif untuk meningkatkan posisi kanan, dari nol menuju positif.

Engagement bisa dikatakan sebagai alat bantu untuk mendorong kinerja perusahaan dari sekedar Good (nol) menjadi Great (positif). Karena itulah bila kondisi kerja perusahaan masih negatif, ya jangan engagement dulu, tapi comply dulu ke peraturan yang ada, kejar "Good" dulu lah.

Jadi, apakah engagement itu alat untuk menjadi great? Betul!

Pada saat karyawan bekerja sesuai dengan yang diharapkan, sesuai dengan deskripsi kerjanya, sesuai dengan target kerjanya, sesungguhnya karyawan itu berada pada titik nol, memberikan kinerja yang memang diharapkan, biasa saja.

Sedangkan perusahaan Great, adalah perusahaan yang secara berkesinambungan mampu berkinerja lebih dari biasa. Tentunya untuk memiliki kinerja yang lebih dari biasa, perusahaan juga butuh karyawan yang mau bekerja lebih dari apa yang diharapkan. Disinilah relevansi keterlibatan karyawan atau employee engagement.

Melalui engagement, perusahaan dapat memperbanyak kelompok karyawannya yang engaged, kelompok karyawan yang secara sukarela bekerja lebih, semata-mata karena memilki keterlibatan emosi dengan 'sesuatu', sesuatu itu dimulai dari kecintaan terhadap pekerjaannya (right fit), kecintaan terhadap atasannya yang telah memberikan kesempatan si karyawan untuk melakukan yang terbaik dan menempatkannya pada posisi yang pas, kecintaan terhadap tim kerjanya, yang telah menghargai, peduli dan berbagi suka dan duka kepada dirinya, yang kemudian ujungnya adalah kecintaan terhadap perusahaannya.

24 April 2009

Sukarela kerja ekstra

Trend saat ini adalah employee engagement... Kesannya hebat gitu lo kalau manajemen suatu perusahaan bikin program yang berkaitan dengan engagement ini.

Perusahaan jasa survei pun ngga mau kalah. Survei opini karyawan ataupun kepuasan karyawan, ditambahin pertanyaan-pertanyaan tentang employee engagement, sehingga kesannya engagement selalu diukur.

Sukarela kerja ekstra, gitu kira-kira arti employee engagement ini. Jadi, kalau dipikir-pikir, dari jaman dulu udah ada kok karyawan yang sukarela kerja ekstra, bukan barang baru lah. Supaya mau kerja ekstra secara sukarela, jelas perlu stimulus dong, yang sayangnya stimulus itu bukan cuma duit doang.

Masalahnya, apa dengan satu stimulus aja cukup? Lah artinya aja sukarela kerja ekstra, masa bisa dipukul rata dengan, misalnya, satu program yang berlaku umum? misalnya biar engage, perusahaan ngadain klub futsal untuk karyawan, terus gimana yang suka volley atau basket?

Inilah repotnya engagement. Tiap karyawan kan punya mau yang beda-beda? gimana memenuhinnya?

Suka ngga suka, perusahaan jaman sekarang, yang ngaku berorientasi ke engagement karyawannya, harus rela menyerahkan 'power'nya ke line manager. Si Line Manager inilah kunci dari engagement.

Ngga percaya? Gini, misalnya aja ada CEO yang kharismatik, visioner deelesbe, yang setiap ia melangkah ke sudut perusahaannya, karyawannya akan terbius oleh wibawanya. Setiap ia bicara dengan karyawan, sang karyawan langsung terdongkrak motivasi kerja.

Besoknya, setelah sang CEO kembali ke kantor sudutnya di head office, si karyawan malah ketemu sama atasan langsungnya, yang nyebelin, yang bisanya cuma nyuruh-nyuruh doang, yang ngga peduli sama pengembangan karir si karyawan, yang ngga mau ndengerin curhat si karyawan... nah apa si karyawan itu terus masih bisa bertahan dengan motivasi dari si CEO? padahal ngga setiap hari dia ketemu CEO, padahal setiap hari dia ketemu si atasan langsungnya.

Berbahagialah bagi seorang CEO bila ia memiliki barisan line manager yang tangguh sebagai people manager, barisan line manager yang bisa membangun kepercayaan anakbuahnya sehingga sang anak buah mau melakukan kerja ekstra bagi si line manager. Itulah sesungguhnya employee engagement.

12 April 2009

Maaf saya [tidak jadi] golput

Ya, maaf golputers, saya ngga jadi golput kali ini. TPS persis sebelah rumah, undangan ada di meja, pendaftaran pun baru tutup jam 12 siang, jadi apa lagi alasan saya untuk golput?

Ideologi? nggak lah. Males, iya.

Males, karena nyoblos atau nyontreng identik dengan antrian panjang.

Sebenernya sih males banget juga bukan alesan 100 persen. Mungkin tepatnya ngga ada 'daya tarik' yang bisa ngalahin tidur atau bermalas-malasan dirumah saat hari pemungutan suara. Ngapain juga rela antri kalo ngga punya calon yang sreg?

"tetep dateng walau ngga nyontreng siapa2" gitu kata seorang ahli politik.
Lah? ya ngapain dateng kalo cuma abstain? abstain kan bisa dari rumah.

Gosipnya, sekitar 40 persen yang diundang malah ngga dateng. Artinya kan 40 persen abstain, ngga milih siapapun.

Gue, karena saat injury time tetep dateng dan nyontreng, pastinya masuk ke kategori 'warga negara yang menggunakan hak politiknya', atau singkatnya warga negara yang baek. Apa ganjarannya? ya ngga ada... kalo calon atau partai yang gue pilih kalah (kenyataannya iya) gimana? ya ngga papa lah... Trus apa untungnya? paling engga gue ketemu tetangga2 gue, kenalan sama seorang pengawas pemilu dari kecamatan, ngerasain pemilu nyontreng (ngga nyoblos lagi), ketawa ketiwi ndengerin ledek-ledekan hasil penghitungan suara. Yah, banyaklah untungnya dibanding kalo gue tetep tidur atau ngempet di rumah aja...:)